Penggunaan Antimotilitas (Loperamid ) pada Diare Akut Akibat Infeksi
(Y Nugraha Sukarna/078115038)
Di
Indonesia penyakit diare merupakan penyakit endemis dan tahunan yang
biasa menyerang ketika musim hujan tiba. Hal ini disebabkan masih
kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan disekitarnya
sehingga ketika ada salah satu warga terkena diare akan menyebar ke
warga yang lain. Di tiap-tiap kabupaten maupun provinsi dalam setahun
masih ditemukan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare, hal ini
menggambarkan bagaimana masyarakat hidup dengan resiko terkena diare
yang besar bila tidak menjaga kebersihan. Penderita diare harus segera
diberikan terapi pengobatan bila dibiarkan berlanjut tanpa terapi yang
benar akan berakibat fatal.
Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam, yang berlangsung kurang
atau paling lama 15 hari. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Diare terbagi
menjadi 2 berdasarkan mula dan lamanya yaitu diare akut dan diare
kronik. Dalam keadaan normal, tinja mengandung 60-90% air, pada diare airnya bisa mencapai lebih dari 90%.
Diare
akut adalah diare yang waktu terjadinya gejala tiba-tiba dan
berlangsung singkat (< 48-72 jam) disebabkan oleh infeksi (virus dan
bakteri), keracunan makanan atau obat, sedang diare kronik yaitu diare
yang berlangsung lebih dari 3 minggu (orang dewasa) sedangkan pada bayi
dan anak 2 minggu, merupakan fase lanjut dari diare akut. Bakteri
penyebab diare antara lain: Shigella, Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus, V. cholerae serta E. Coli (ETEC dan EIEC), sedangkan virus antara lain: Adenovirus dan Rotavirus.
Secara klinis diare akut karena infeksi dibagi menjadi 2 golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua, disentriform,
pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah. Pasien
dengan diare akut akibat infeksi akan sering mengalami mual, muntah,
nyeri perut, dan demam. Kekurangan cairan akan menyebabkan pasien akan
merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, kulit menjadi keriput
serta suara menjadi serak. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia
jantung. Perfusi ginjal dapat menurun yang menimbulkan anuria sehingga
bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat menyebabkan dehidrasi
dan nekrosis tubular akut. Tujuan pengobatan diare akibat infeksi yaitu
memperbaiki kehilangan cairan dan elektrolit, menghilangkan simtom
(gejala), menghilangkan penyebab utama dan menghindari terjadinya
gangguan kedua.
Adapun
strategi terapi diare akut akibat infeksi yaitu : rehidrasi sebagai
prioritas utama pengobatan, pasien diberikan oralit atau ringer laktat, kemudian dilakukan identifikasi penyebab diare apakah termasuk jenis diare koleriform atau disentriform,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah. Terapi
simtomatik (gejala) salah satunya obat anti diare golongan antimotilitas
dan sekresi usus dari golongan opiat salah satunya adalah Loperamide (ImodiumÒ) dan yang terakhir adalah melakukan terapi definitif dengan pemberian
edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan antara
lain higiene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi melalui
vakinasi.
Loperamide merupakan derivat difenoksilat (dan haloperidol,
suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih
kuat tetapi tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak
bisa menyeberangi sawar-darah otak oleh karena itu kurang menyebabkan
efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding golongan opiat lainnya
seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu
menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu
memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan
resorpsi normal kembali. Mulai kerja loperamide lebih cepat dan bertahan
lebih lama.
Obat
ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena
fungsi hatinya belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan
obat ini, begitu pula untuk pasien dengan penyakit hati hati disarankan
tidak menggunakan obat ini.
Loperamide
dapat dikombinasikan dengan antibiotika (amoksisilin, fluoroquinolon,
kotrimoksazol) untuk semua diare akibat infeksi bakteri atau virus
kecuali infeksi Shigella, Salmonella, dan kolitis pseudomembran
karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif
akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dan epitel usus.
Disamping itu loperamide juga tidak berinteraksi dengan
antibiotika-antibiotika tersebut.
Obat pilihan :
Nama generik : Loperamide HCl
Nama paten : ImodiumÒ (Janssen-Cilag)
Nama dagang Indonesia : Alphamid (Alpharma), Amerol (Tempo), Antidia (Bernofarm),
Colidium (Solas), Diadium (Lapi), Imomed (Medikon), Imore
(Soho), Inamid (Nufarindo), Loremid (Meprofarm), Motilex
(Kalbe Farma), Normudal (Combiphar), Renamid (Fahrenheit).
Indikasi : untuk pengobatan diare akut dan diare kronik
Kontraindikasi : hipersensitivitas dengan loperamid, hambatan peristaltik, bayi
dan anak < 2 tahun, hindari penggunaan sebagai terapi utama
untuk disentri akut, ulseratif kolitis akut, bacterial enterocolitis
dan kolitis pseudomembran.
Bentuk sediaan : kaplet dan tablet salut selaput 2 mg.
Dosis dan aturan pakai : anak-anak : – diare akut maksimal 16 mg per hari
2-5 tahun (13-20 kg) : 1 mg 3 kali per hari
6-8 tahun (20-30 kg) : 2 mg 2 kali per hari
8-12 tahun (> 30 kg) : 2 mg 3 kali per hari
pemeliharaan : 0,1 mg/kg BB sesudah BAB
- diare kronis maksimal 4-12 mg per hari
< 5 tahun : 1 mg 4 kali per hari
> 5 tahun : 2 mg 4 kali per hari
pemeliharaan : 2 mg per hari sesudah BAB
dewasa : – diare akut, dosis awal 4 mg diikuti 2 mg
sesudah BAB maksimal 16 mg/hari,
- diare kronis dosis awal seperti diare akut
diikuti 4-8 mg/hari sesudah BAB maksimal
16 mg/hari.
Efek samping : nyeri abdominal (perut), mual, muntah, mulut kering,
mengantuk, pusing, ruam kulit, dan megakolon toksik.
Resiko khusus : pada pasien yang sedang hamil pada trimester pertama resiko
penggunaan obat ini adalah termasuk kategori C, di mana
penelitian pada wanita (manusia) belum tersedia.
Tidak direkomedasikan untuk wanita menyusui karena
loperamid dapat masuk ke jaringan payudara (susu).
Tidak boleh untuk pasien dengan kolitis ulserativ parah, karena
megakolon toksik dapat terjadi.
Anonim, 2006, MIMS, edisi bahasa Indonesia volume 7, PT Info Master, Jakarta, 28-30.
Dipiro, Josep T, 2005, Pharmacotherapy Pathophysiologic Approach, sixth edition, The McGraw-Hill Companies Inc., 677-683
Katzung, Bertram G, 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi pertama, Salemba Medika, Jakarta, 553.
Mansjoer,Arif dkk.,2001, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid I, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 500-507.
Tjay, H. T., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan pertama, 781, Gramedia, Jakarta, 271-279.
0 komentar:
Posting Komentar